Langsung ke konten utama

Menjadi Seorang Ibu itu Indah (By: Fatmi Amro, M.Pd)



“Menjadi seorang ibu itu indah” tulisan ini kutujukan kepada semua wanita bukan hanya seorang wanita yang melahirkan anak tetapi bisa juga kepada seorang wanita yang memiliki cinta kasih terhadap anak. Karena bagiku, seorang ibu yang tidak bisa melahirkan anak juga mampu mendidik dan membesarkan dengan cinta kasih walau tidak terlahir dari rahimnya sendiri.




Tulisanku ini adalah beberapa peristiwa penting pengalamanku sebagai ibu. Ini adalah beberapa fase dimana aku sangat mensyukuri bahwa sebagai orangtua, tidak hanya berkewajiban melihatnya tumbuh dengan mata kepala sendiri tapi menemaninya tumbuh diiringi dengan hati, sehingga kita tak sekedar melihatnya tapi juga memahaminya.
Kadang kita harus sadar, mereka tumbuh dan menjadi diri sendiri. Ada masa dimana mereka tidak selalu menyamakan pendapat dengan kita. Ada saat kita harus menentukan sebuah keputusan yang mungkin diluar dugaan kita. Menurut kita benar, belum tentu menurut mereka benar atau belum tepat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat kita harus ikut berperan bagaimana kita mengambil tindakan agar kita tidak mendapat jarak dengan anak kita. Kita adalah sahabat sekaligus  orangtuanya yang tidak ditakutinya tapi diseganinya
Aku akan memperkenalkan diriku. Aku seorang ibu,43th. Memiliki tiga orang anak. Satu perempuan dan dua laki-laki. Yang tertua sekarang sudah menginjak usia tujuh belas tahun. Yang nomor dua laki-laki memasuki usia 14 tahun. Dan si bungsuku laki-laki menginjak usia 7 tahun. Suamiku bekerja di perusahaan daerah air minum di salah satu kabupaten di sumatera Barat, tetapi tidak di kotaku.
Karena aku memiliki tiga orang anak dengan usia yang berbeda-beda, maka cerita pengalamanku pun berbeda-beda. Tapi aku akan membagikan pengalaman ini untuk semua ibu di dunia.
Pernah suatu ketika temanku bertanya bagaimana rasanya menjadi seorang ibu yang akan anak-anaknya berangkat dewasa....
Ada beberapa hal yang menurutku bahwa menjadi seorang ibu itu indah.
1.      Aku seorang ibu dan juga memiliki profesi sebagai guru di SMA. Meskipun aku seorang guru bukan berarti aku mahir dalam mendidik anak. Dalam kenyataannnya tidak sepenuhnya demikian. Anak- anak sangat menyayangi orangtuanya, demikian yang aku rasakan. Namun masalah pengambilan sebuah keputusan, mereka lebih cenderung mengikuti apa yang dikatakan oleh guru mereka di sekolah. Sebagai contoh, mereka memiliki sebuah pekerjaan rumah. Lalu, ia bertanya padaku. Jawabanku sebagai seorang guru yang membidangi persoalan yang ditanyakannya itu rasanya sudah tepat. Tetapi apabila sedikit ada perbedaan dengan jawabannya di sekolah maka mereka lebih mengikuti kata gurunya. Walaupun yang dikatakan gurunya kadang kurang tepat menurutku. Dan disaat itu aku harus sedikit mengalah, karena aku ditempatkannya sebagai ibu tetapi tidak pengambil keputusan berkaitan dengan hasil tugasnya. Pengalaman ini pernah kuceritakan pada teman seprofesi denganku, ternyata ia pun mengalami hal yang sama. Ibuku adalah ibuku. Guruku adalah guruku. Meskipun ibuku adalah seorang guru juga.
2.      Anak tumbuh dengan memiliki pemikiran sendiri. Si sulungku perempuan. Sebagai anak sulung aku merasa memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangannya. Ia kubesarkan dengan didikan agama yang baik dan kubiasakan ia mencontoh apa yang kulakukan. Seperti contoh, aku suka berdandan, aku suka mengikuti perkembangan model, aku suka olah raga, aerobik, senam dan luluran. Awal pertumbuhannya, dia mengikuti apa yang aku lakukan tetapi seiring pertumbuhan dan perkembangannya, dia tidak bisa lagi mengikuti kebiasaan yang aku ajarkan. Dia telah memiliki dunianya sendiri, pemikiran sendiri. Sebagai contoh, ia lebih cenderung tampil sederhana dan memiliki aktivitas sendiri.
Bagiku, itu tidak masalah karena kegiatannya positif. Aku tidak bisa menjadikannya sebagai diriku. Ia telah tumbuh menjadi dirinya sendiri. Hal yang sewajarnya terjadi. Tetapi yang aku sadari bahwa sebuah kebiasaan yang menurutku menarik belum  tentu menarik bagi orang lain atau kadang tidak bertahan lama bagi yang lain meskipun sudah terhadap anak sendiri, meskipun sudah dibiasakan dari kecil. Mereka tidak mengatakan kebiasaan yang diterimanya waktu kecil itu jelek atau saya tidak suka tetapi tidak prioritas kebiasaan lagi baginya. Ia memilih kebiasaan baru yang menurutnya menarik bagi dirinya. Aku terima perubahan itu.
Kebiasaan ibuku belum tentu menjadi kebiasaanku.
3.      Sebagai seorang ibu,aku tentu merencanakan hal terbaik untuk anak-anak dimasa depan. Selagi mereka masih kecil, orang tua telah menyiapkan berbagai hal untuk kebahagiaan mereka. Salah satunya adalah hunian yang menyenangkan. Selagi mereka kecil, orang tua cenderung membangun rumah tidak hanya layak huni tetapi juga sering direnovasi sampai seindah mungkin, bahkan bisa menjadi harta peninggalan bagi mereka. Banyak orang tua yang memilih menabung dan menghabiskan uang untuk membangun rumah lalu merenovasinya, dan merenovasinya. Sehingga rumah yang indah dan nyaman membuat anak-anak betah di dalamnya. Pemikiran itu lambat laun akan berubah. Anak-anak mulai menikmati alam luar ketimbang menghabiskan waktu libur di rumah.
Sebagai contoh yang pernah aku alami. Aku telah menabung sejumlah uang untuk merenovasi rumah. Ketika libur tiba, aku membicarakan dengan suami di ruang tengah. Anak anak mendengar rencana kami. Lalu mereka memberi usul bagaimana kalau untuk jalan-jalan. Kami memilih saran mereka. Ternyata mereka memberikan pelukan hangat kepada kami.
Rumah adalah tempat yang nyaman untuk dihuni, tetapi bumi Allah luas, apa salahnya kita juga mengunjungi dan menikmatinya juga meskipun  hanya dalam beberapa hari atau hanya sekedar singgah. Rumah adalah surga tapi bukan berarti rumah harus seperti istana. Pelukan mereka memastikan kepadaku tentang keputusan yang kami ambil adalah yang terbaik. Sekali lagi, begitu indah menjadi seorang ibu.
4.      Suatu ketika anakku akan mengikuti perlombaan karate. Semua tim dilepas oleh walikota. Orang tua atlet boleh ikut melepas. Karena saat itu aku berada dalam jam dinas, maka aku sempatkan ikut melepasnya ke kantor Balai kota dengan masih mengenakan baju dinas.  Lalu serta merta aku didatangi anakku, lalu ia berbisik.... bunda aku ingin kau tidak mengenakan baju dinas ini. Aku lihat engkau tidak terlihat cantik Aku ingin kau menggantinya pulang dan berpakaian biasa. Aku heran, tapi karena kata kata tidak cantik mendorongku untuk pulang, ia memohon, lalu aku ganti pulang. Setelah itu, aku masuk lagi. Ia melihatku ia mengatakan dengan baju ini engkau tidak saja terlihat cantik, tapi serasa milikku sepenuhnya bukan milik pemerintah.
5.      Suatu ketika aku menemani anakku yang bungsu mengikuti perlombaan mewarnai. Beberapa instruksi sudah diberikan. Warna yang cocok untuk beberapa benda. Lalu, anakku memperlihatkan gambar apa yang akan diwarnainya. Aku bacakan petunjuknya. Ia mengernyitkan keninngnya. Lalu, dia mulai melakukan pekerjaannnya. Sebelum mulai aku bilang padanya kamu bisa. Aku tidak mengatakan ia harus menang.
Pada saat dikumpulkan aku sempat melihat apa yang dibuatnya. Aku tersenyum. Melihat warna air diberinya warna merah, bukan warna biru seperti petunjuk dari gurunya. Bunda.... air lautnya. menurutku merah karena yang pernah aku dengar cerita dari bunda tentang laut merah  bukan laut biru.....
Kali ini aku merasa menang dari gurumu ,Nak.


Itulah beberapa peristiwa yang tak sekedar peristiwa. Ia akan mereka bawa sepanjang hidup. Aku yakin semua ibu di dunia ini  memiliki pengalaman yang indah juga. Karena semua ibu adalah keindahan itu sendiri......


Komentar