“Menjadi seorang
ibu itu indah” tulisan ini kutujukan kepada semua wanita bukan hanya seorang
wanita yang melahirkan anak tetapi bisa juga kepada seorang wanita yang
memiliki cinta kasih terhadap anak. Karena bagiku, seorang ibu yang tidak bisa
melahirkan anak juga mampu mendidik dan membesarkan dengan cinta kasih walau
tidak terlahir dari rahimnya sendiri.
Tulisanku ini
adalah beberapa peristiwa penting pengalamanku sebagai ibu. Ini adalah beberapa
fase dimana aku sangat mensyukuri bahwa sebagai orangtua, tidak hanya berkewajiban
melihatnya tumbuh dengan mata kepala sendiri tapi menemaninya tumbuh diiringi
dengan hati, sehingga kita tak sekedar melihatnya tapi juga memahaminya.
Kadang kita
harus sadar, mereka tumbuh dan menjadi diri sendiri. Ada masa dimana mereka
tidak selalu menyamakan pendapat dengan kita. Ada saat kita harus menentukan
sebuah keputusan yang mungkin diluar dugaan kita. Menurut kita benar, belum
tentu menurut mereka benar atau belum tepat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi membuat kita harus ikut berperan bagaimana kita mengambil tindakan
agar kita tidak mendapat jarak dengan anak kita. Kita adalah sahabat
sekaligus orangtuanya yang tidak
ditakutinya tapi diseganinya
Aku akan
memperkenalkan diriku. Aku seorang ibu,43th. Memiliki tiga orang anak. Satu
perempuan dan dua laki-laki. Yang tertua sekarang sudah menginjak usia tujuh
belas tahun. Yang nomor dua laki-laki memasuki usia 14 tahun. Dan si bungsuku laki-laki
menginjak usia 7 tahun. Suamiku bekerja di perusahaan daerah air minum di salah
satu kabupaten di sumatera Barat, tetapi tidak di kotaku.
Karena aku
memiliki tiga orang anak dengan usia yang berbeda-beda, maka cerita
pengalamanku pun berbeda-beda. Tapi aku akan membagikan pengalaman ini untuk
semua ibu di dunia.
Pernah suatu
ketika temanku bertanya bagaimana rasanya menjadi seorang ibu yang akan
anak-anaknya berangkat dewasa....
Ada beberapa hal
yang menurutku bahwa menjadi seorang ibu itu indah.
1.
Aku seorang ibu dan juga memiliki profesi sebagai guru di
SMA. Meskipun aku seorang guru bukan berarti aku mahir dalam mendidik anak.
Dalam kenyataannnya tidak sepenuhnya demikian. Anak- anak sangat menyayangi
orangtuanya, demikian yang aku rasakan. Namun masalah pengambilan sebuah
keputusan, mereka lebih cenderung mengikuti apa yang dikatakan oleh guru mereka
di sekolah. Sebagai contoh, mereka memiliki sebuah pekerjaan rumah. Lalu, ia
bertanya padaku. Jawabanku sebagai seorang guru yang membidangi persoalan yang
ditanyakannya itu rasanya sudah tepat. Tetapi apabila sedikit ada perbedaan dengan
jawabannya di sekolah maka mereka lebih mengikuti kata gurunya. Walaupun yang
dikatakan gurunya kadang kurang tepat menurutku. Dan disaat itu aku harus
sedikit mengalah, karena aku ditempatkannya sebagai ibu tetapi tidak pengambil
keputusan berkaitan dengan hasil tugasnya. Pengalaman ini pernah kuceritakan
pada teman seprofesi denganku, ternyata ia pun mengalami hal yang sama. Ibuku adalah ibuku. Guruku adalah guruku.
Meskipun ibuku adalah seorang guru juga.
2.
Anak tumbuh dengan memiliki pemikiran sendiri. Si sulungku
perempuan. Sebagai anak sulung aku merasa memiliki pengaruh yang besar terhadap
perkembangannya. Ia kubesarkan dengan didikan agama yang baik dan kubiasakan ia
mencontoh apa yang kulakukan. Seperti contoh, aku suka berdandan, aku suka mengikuti
perkembangan model, aku suka olah raga, aerobik, senam dan luluran. Awal
pertumbuhannya, dia mengikuti apa yang aku lakukan tetapi seiring pertumbuhan
dan perkembangannya, dia tidak bisa lagi mengikuti kebiasaan yang aku ajarkan.
Dia telah memiliki dunianya sendiri, pemikiran sendiri. Sebagai contoh, ia
lebih cenderung tampil sederhana dan memiliki aktivitas sendiri.
Bagiku, itu tidak masalah karena kegiatannya positif. Aku
tidak bisa menjadikannya sebagai diriku. Ia telah tumbuh menjadi dirinya sendiri.
Hal yang sewajarnya terjadi. Tetapi yang aku sadari bahwa sebuah kebiasaan yang
menurutku menarik belum tentu menarik
bagi orang lain atau kadang tidak bertahan lama bagi yang lain meskipun sudah
terhadap anak sendiri, meskipun sudah dibiasakan dari kecil. Mereka tidak
mengatakan kebiasaan yang diterimanya waktu kecil itu jelek atau saya tidak
suka tetapi tidak prioritas kebiasaan lagi baginya. Ia memilih kebiasaan baru
yang menurutnya menarik bagi dirinya. Aku terima perubahan itu.
Kebiasaan ibuku belum tentu
menjadi kebiasaanku.
3.
Sebagai seorang ibu,aku tentu merencanakan hal terbaik untuk
anak-anak dimasa depan. Selagi mereka masih kecil, orang tua telah menyiapkan
berbagai hal untuk kebahagiaan mereka. Salah satunya adalah hunian yang
menyenangkan. Selagi mereka kecil, orang tua cenderung membangun rumah tidak
hanya layak huni tetapi juga sering direnovasi sampai seindah mungkin, bahkan
bisa menjadi harta peninggalan bagi mereka. Banyak orang tua yang memilih
menabung dan menghabiskan uang untuk membangun rumah lalu merenovasinya, dan
merenovasinya. Sehingga rumah yang indah dan nyaman membuat anak-anak betah di
dalamnya. Pemikiran itu lambat laun akan berubah. Anak-anak mulai menikmati
alam luar ketimbang menghabiskan waktu libur di rumah.
Sebagai contoh yang pernah aku alami. Aku telah menabung
sejumlah uang untuk merenovasi rumah. Ketika libur tiba, aku membicarakan
dengan suami di ruang tengah. Anak anak mendengar rencana kami. Lalu mereka
memberi usul bagaimana kalau untuk jalan-jalan. Kami memilih saran mereka.
Ternyata mereka memberikan pelukan hangat kepada kami.
Rumah adalah tempat yang nyaman untuk dihuni, tetapi bumi
Allah luas, apa salahnya kita juga mengunjungi dan menikmatinya juga
meskipun hanya dalam beberapa hari atau
hanya sekedar singgah. Rumah adalah
surga tapi bukan berarti rumah harus seperti istana. Pelukan mereka
memastikan kepadaku tentang keputusan yang kami ambil adalah yang terbaik.
Sekali lagi, begitu indah menjadi seorang ibu.
4.
Suatu ketika anakku akan mengikuti perlombaan karate. Semua
tim dilepas oleh walikota. Orang tua atlet boleh ikut melepas. Karena saat itu
aku berada dalam jam dinas, maka aku sempatkan ikut melepasnya ke kantor Balai
kota dengan masih mengenakan baju dinas.
Lalu serta merta aku didatangi anakku, lalu ia berbisik.... bunda aku
ingin kau tidak mengenakan baju dinas ini. Aku lihat engkau tidak terlihat
cantik Aku ingin kau menggantinya pulang dan berpakaian biasa. Aku heran, tapi
karena kata kata tidak cantik mendorongku untuk pulang, ia memohon, lalu aku
ganti pulang. Setelah itu, aku masuk lagi. Ia
melihatku ia mengatakan dengan baju ini engkau tidak saja terlihat cantik, tapi
serasa milikku sepenuhnya bukan milik pemerintah.
5.
Suatu ketika aku menemani anakku yang bungsu mengikuti
perlombaan mewarnai. Beberapa instruksi sudah diberikan. Warna yang cocok untuk
beberapa benda. Lalu, anakku memperlihatkan gambar apa yang akan diwarnainya.
Aku bacakan petunjuknya. Ia mengernyitkan keninngnya. Lalu, dia mulai melakukan
pekerjaannnya. Sebelum mulai aku bilang padanya kamu bisa. Aku tidak mengatakan
ia harus menang.
Pada saat dikumpulkan aku sempat melihat apa yang dibuatnya.
Aku tersenyum. Melihat warna air diberinya warna merah, bukan warna biru
seperti petunjuk dari gurunya. Bunda.... air lautnya. menurutku merah karena
yang pernah aku dengar cerita dari bunda tentang laut merah bukan laut biru.....
Kali ini aku merasa menang
dari gurumu ,Nak.
Itulah beberapa peristiwa yang tak sekedar peristiwa. Ia
akan mereka bawa sepanjang hidup. Aku yakin semua ibu di dunia ini memiliki pengalaman yang indah juga. Karena
semua ibu adalah keindahan itu sendiri......
Komentar
Posting Komentar